Dosa-Dosa Dan Ancaman Hukumnya
By Unknown - Kamis, 20 September 2012
A. Syirik
Syirik adalah tindakan mempersekutukan Allah SWT, sedangkan pelakunya disebut "Musyrik". Syirik termasuk dosa besar. Firman Allah SWT. "Sesungguhnya memperesekutukan Allah SWT adalah kezaliman yang besar." (Q.S. Luqman; 13). Dan orang Islam yang meninggal dunia dalam keadaan musyrik (belum sempat bertaubat), tidak akan mendapat ampunan dari Allah SWT. Firman Allah SWT. "Sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengampuni dosa syirik." (Q.S. An Nisa'; 48).
Beberapa hal dan perbuatan syirik, antara lain;
- Dukun yang mengaku bisa merubah nasib manusia, dan menolak malapetaka. Tindakan si dukun dan orang yang percaya padanya tergolong syirik.
- Ahli perbintangan atau peramal yang menghitung keberuntungan seseorang berdasarkan angka-angka atau peredaran bintang. Tindakan peramal dan orang yang mempercayainya tergolong syirik. Termasuk dalam hal ini adalah mempercayai ramalan bintang yang ada di media massa baik koran maupun majalah.
- Mempercayai benda-benda pusaka sebagai penolak segala musibah atau memberi kekuatan bagi yang memilikinya, juga termasuk perbuatan syirik.
- Ziarah kubur yang bertujuan meminta berkah kepada orang yang telah meninggal dunia, juga termasuk perbuatan syirik.
B. Murtad (Riddah)
Pemeluk agama Islam yang keluar atau beralih memeluk agama lain atau menjadi atheis (menyatakan tak ber-Tuhan) dinamakan Murtad. Murtad tergolong dosa besar dan tak akan memperoleh ampunan dari Allah SWT, kecuali kemurtadannya dipaksa oleh keadaan sedangkan hatinya tetap beriman kepada Allah SWT. Firman Allah SWT. "Barangsiapa yang kafir kepada Allah SWT sesudah beriman, ia mendapat kemurkaan Allah. Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa). Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar." (Q.S. An Nahl; 106). "Barang siapa yang murtad di antara kamu, lalu mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalanya di dunia dan di akhirat. Mereka itulah penghuni neraka serta kekal di dalamnya."
Sesama muslim kita wajib menasihati orang yang murtad supaya segera bertobat. Namun jika sampai tiga hari orang tersebut tetap murtad, kita boleh membunuhnya. Sabda Rasulullah saw. "Seseorang Islam haram dibunuh, kecuali ada salah satu di antara tiga sebab, yakni; 1. Berbuat zina muhshan; 2. Membunuh orang lain; 3. Meninggalkan agamanya atau memisahkan diri dari iman." (H.R. Bukhari dan Muslim).
C. Mendurhakai Ibu-Bapak
Memuliakan ibu-bapak dalam syariat Islam merupakan suatu kewajiban, dan itu sangat rasional mengingat pengorbanan mereka kepada anak-anaknya yang luar biasa. Betapa tidak! Demi anak orang tua siap mempertaruhkan segalanya. Oleh karenanya, berperilaku kasar -- memaki, membentak, dan mengancam -- terhadap ibu-bapak dalam Islam tergolong dosa besar. Firman Allah SWT. "...sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada ibu-bapakmu perkataan "ah!" atau "hus!". Janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka ucapan yang mulia." (Q.S. Al Isra; 23).
Ketinggian kedudukan ibu-bapak dalam agama Islam, tersurat juga dalam Sabda Rasulullah saw. "Keridlaan Allah SWT dalam keridlaan ibu-bapak, dan kemurkaan Allah SWTdalam kemurkaan ibu-bapak." (H.R. Tirmizi). Dalam pidatonya dihadapan kaum Anshor dan Muhajirin pun Rasulullah saw mengingatkan masalah kewajiban menghormati ibu-bapak. "Wahai para Muhajirin dan warga Anshar. Barangsiapa memuliakan istrinya di atas kemuliaan ibunya, maka Allah, malaikat dan manusia melaknatnya. (Selain itu), Allah tidak menerima kebajikannya, sampai ia bertobat kepada Allah SWTserta berbuat baik dan memohon keridlaan kepada ibunya." (H.R. Tirmizi).
D. Saksi Palsu
Orang yang menjadi saksi (memberikan saksi) palsu atau bersumpah palsu, dalam Islam termasuk dosa besar. Oleh karena ia mengutarakan kebohongan yang dapat merusak akhlak manusia dan menghancurkan nilai-nilai keadilan serta sangat merugikan sesamanya. Allah SWT melarang umat Islam berbuat yang demikian. "Jauhilah perkataan-perkataan dusta." (Q.S. Al Hajj; 30). Tentang hukuman para saksi palsu di akhirat kelak, diterangkan oleh Rasulullah saw. "Tiada melangkah kedua kaki saksi palsu pada hari kiamat nanti, sampai api neraka membakarnya." (H.R. Ibnu Majah dan Hakim).
E. Meninggalkan Shalat
Setiap muslim dituntut menjalankan sesuatu yang diwajibkan, dan meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan dalam syariat Islam. Apabila salah satu dari yang diwajibkan atau yang diharamkan itu dilanggar, maka dikenakan ancaman hukuman sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
Salah satu kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap muslim adalah shalat wajib yang lima waktu. Dengan demikian jika meninggalkan shalat wajib, maka terhitung dosa. Firman Allah SWT. "Sesungguhnya shalat itu kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman." (Q.S.An Nisa; 100). Sabda Rasulullah saw. "Perbedaan antara hamba Allah dengan orang kafir, adalah meninggalkan shalat." (H.R. Muslim).
Orang yang yang meninggalkan shalat dibagi dalam dua golongan;
- Mereka yang ingkar (membantah tanpa sebab), dianggap kafir atau sama dengan murtad. Orang yang demikian berarti mendustakan Allah SWT dan Rasul-Nya. Ia wajib dihukum mati tanpa dimandikan dan dishalati serta tidak dimakamkan dikuburan orang-orang Islam.
- Mereka meninggalkan shalat karena malas, wajib disuruh bertobat. Bila tidak bersedia, atasnya dikenakan hukuman mati juga. Hukuman mati itu hanya sebagai siksa. Dengan demikian ia masih dianggap Islam, berhak dimandikan, dishalati dan dimakamkan di kuburan orang-orang Islam.
1. Allah SWT mencabut cahaya keimanan dari wajahnya
2. Allah SWT menghilangkan berkah dari segala usaha dan rejekinya
3. Kehidupan sering didera gelisah, bahkan stres
4. Hatinya amat mencintai duniawi serta panjang angan-angan.
F. Tidak Membayar Zakat
Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga. Hukum mengeluarkan zakat sama dengan hukum mendirikan shalat, yakni wajib bagi setiap muslim. Firman Allah SWT. "Dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat, dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku" (Q.S Al Baqarah; 43).
Tujuan zakat, selain menyantuni orang-orang yang berhak menerimanya juga untuk menghapus jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, serta -- yang tidak kalah pentingnya -- adalah membersihkan harta yang kita dapatkan, oleh karena dari setiap rejeki yang kita peroleh, terdapat hak untuk si miskin. Firman Allah SWT. "Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin." (Q.S. Adz Dzariyaat; 19).
Tidak mau mengeluarkan zakat termasuk berbuat dosa, karena mengingkari perintah Allah SWT. Ancaman hukumnya bagi orang yang tidak mengeluarkan zakat, akan dilaknat oleh Allah SWT sebagaiman Qarun dan Fir'aun yang dalam sejarah terkenal sebagai orang yang ingkar kepada Allah SWT.
G. Memakan Harta Anak Yatim
Memelihara anak yatim dan menyelamatkan harta bendanya, dalam syariat Islam merupakan kewajiban kolektif. Sehingga apabila ada anak yatim yang hidup terlantar, umat Islam yang berada di sekitarnya termasuk orang-orang yang mendustakan agama. Firman Allah SWT. "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? itulah orang yang menghardik anak yatim." (Q.S. Al Maa-un; 1-2). Sabda Rasulullah saw. "Santunilah anak-anak yatim, serta usaplah kepala mereka dan berilah makanan seperti yang engkau makan, niscaya hati engkau menjadi lembut dan hajat engkau akan terpenuhi."
Yang dimaksud memelihara anak yatim, adalah merawat dan memenuhi kebutuhannya sehari-hari, serta mendidiknya. Apabila anak yatim tersebut mempunyai harta benda peninggalan orang tuanya, orang yang memelihara boleh memanfaatkan harta benda tersebut sebatas untuk memenuhi kebutuhan si anak yatim. Kelak jika si anak telah dewasa, maka harta bendanya yang masih tersisa harus diserahkan kepadanya. Sebaliknya jika orang yang memelihara anak yatim tersebut turut makan hartanya, maka sesungguhnya ia telah berbuat zalim. Firman Allah SWT. "Sesungguhnya orang-orang yang memekan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka telah menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)." (Q.S. An Nisa; 10). Sabda Rasulullah saw. "Allah membangkitkan suatu kaum dari kuburan mereka dengan bara api dari perut mereka dan mulut-mulut mereka menyemburkan api neraka, oleh karena mereka memakan harta anak yatim." (H.R. Abu Hurairah r.a).
H. Pembunuhan
Membunuh termasuk dosa besar. Sedemikian keji perbuatan tersebut, sehingga Allah SWT mengancam. "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu melakukan qisas (balasan yang sama dengan perbuatan) oleh sebab membunuh orang." (Q.S. Al Baqarah; 178). Hukuman tersebut diperberat lagi, apabila yang dibunuh seorang mukmin. Firman Allah SWT. "Barangsiapa membunuh orang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam dan kekallah ia di dalamnya. Allah murka kepadanya serta mengutukinya dan menyediakan siksa yang berat."
Islam membagi tindak pembunuhan dalam tiga macam, yakni;
1. Sengaja, berarti telah direncanakan, si pembunuh wajib di qisas (dibunuh pula). Kecuali apabila dia dimaafkan oleh pihak keluarga orang yang dibunuh dengan memberi ganti rugi materi atau lainnya. Diberlakukannya qisas oleh Allah SWT semata-mata guna menjaga keselamatan dan ketentraman umum. Firman Allah SWT. "Dengan diberlakukannya hukum qisas, kamu dapat hidup. Hai orang-orang yang berakal, mudah-mudahan kamu takut (melakukan pembunuhan)." (Q.S. Al Baqarah;179).
2. Tidak sengaja membunuh. Hukumannya, pihak keluarga orang yang membunuh diwajibkan membayar denda ringan. Firman Allah SWT. "Barangsiapa membunuh orang mukmin dengan tidak sengaja, maka hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya (budak) yang mukmin serta membayar denda kepada keluarga dari pihak orang yang terbunuh." (Q.S An Nisa;- ).
3. Seperti sengaja. Misalkan, karena sedemikian jengkel, seseorang memukul orang lain dengan kayu yang menyebabkan kematiannya. Hukumnya, si pembunuh tidak wajib di qisas, hanya diwajibkan membayar denda (ganti rugi) yang besar kepada keluarga dari pihak orang yang terbunuh.
Syarat-syarat wajib qisas (hukum bunuh), apabila;
- pembunuh sudah akil baligh dan berakal sehat
- pembunuh bukan bapak dari orang yang terbunuh
- yang dibunuh sederajat dengan pembunuhnya. khususnya agamanya. Dengan kata lain, membunuh orang kafir tidak wajib diqisas, sama halnya dengan seorang bapak membunuh anaknya. Sabda Rasulullah saw. "Orang Islam tidak dibunuh (diqisas) dengan sebab ia telah membunuh orang kafir. "(H.R Bukhari). "Tidak dibunuh seorang bapak karena membunuh anaknya." (H.R. Baihaqi)
Denda dibagi dua, yaitu;
1. Denda berat dikenakan pada pelaku pembunuhan yang disengaja. Yakni berupa 100 ekor unta yang terdiri dari 30 ekor unta betina usia tiga tahun lebih, 30 ekor unta betina berusia empat tahun lebih, dan 40 ekor unta betina yang sedang bunting. Sabda Rasulullah saw. "Barangsiapa membunuh orang dengan sengaja, ia diserahkan pihak keluarga dari orang yang terbunuh. Mereka boleh membunuhnya atau menarik denda; 30 ekor unta betina usia tiga tahun lebih, 30 ekor unta betina berusia empat tahun lebih, dan 40 ekor unta betina yang sedang bunting." (H.R Tirmizi). Denda tersebut wajib dibayar tunai oleh yang membunuhnya sendiri. Sedangkan jika pembunuhan dilakukan seperti sengaja dendanya dibebankan kepada pihak keluarganya dan dapat diangsur dalam tiga tahun dengan pembayaran tiga kali.
2. Denda ringan kepada orang yang membunuh secara tidak sengaja. Dendanya juga berupa 100 ekor unta, namun memiliki keringanan dibagi menjadi lima; 20 ekor unta betina usia satu tahun lebih, 20 ekor unta betina berusia 2 tahun lebih, 20 ekor unta jantan berusia dua tahun lebih, 20 ekor unta betina berusia 3 tahun lebih, dan 20 ekor unta betina berusia empat tahun lebih.
Denda ringan bisa menjadi berat (diperberat), apabila pembunuhan tersebut;
a. terjadi di tanah haram Mekah
b. terjadi pada bulan haram (Dzul Ka'idah, Dzulhijjah, Muharam dan Rajab).
c. dilakukan terhadap muhrimnya sendiri
Sebagian ulama berpendapat, apabila denda tersebut tidak dapat dibayar dengan unta, maka boleh diganti dengan uang seharga unta-unta tersebut.
Apabila yang dibunuh seorang wanita, maka dendanya seperdua dari pria. Sabda Rasulullah saw. "Denda (membunuh) wanita seperdua dari denda (membunuh) pria." (H.R. 'Amru Ibni Harmin).
I. Menuduh Zina
Melontarkan tuduhan zina adalah perbuatan yang dilarang oleh Islam, karena dapat merusak nama baik yang dituduh dan menjatuhkan kehormatan keluarganya. Itulah sebabnya ditetapkan hukuman dera sebanyak 80 (delapan puluh) kali bagi orang yang menuduh berzina baik pria maupun wanita. Sedangkan bagi budak, dikenakan separuhnya, yaitu 40 (empat puluh) kali. Firman Allah SWT. "Dan orang-orang yang menuduh wanita baik-baik (berzinah) dengan tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh) sebanyak delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik." (Q.S An Nur; 4)
Dalam menjatuhkan hukuman dera harus terpenuhi delapan syarat.
1. Tiga syarat bagi qadzif (penuduh);
- sudah baligh
- berakal sehat
- buka orang tua dari tertuduh.
- Islam
- sudah baligh
- berakal sehat
- merdeka atau bukan budak
- Iffah, adalah orang yang senantiasa menjaga kehormatan diri dari perbuatan dosa besar.
1. Penuduh dapat mendatangkan empat orang saksi, dengan demikian tertuduh dapat dijatuhi hukuman zina
2. Penuduh dapat pengampunan dari tertuduh setelah tuduhannya tidak terbukti
3. Penuduh bersumpah li'an apabila mereka (penuduh dan tertuduh) sepasang suami istri
J. Zina
Hubungan kelamin antara pria dan wanita di luar pernikahan yang sah, disebut zina. Perbuatan tersebut teramat sangat keji. Selain dapat merusak keturunan, juga dapat menghancurkan harkat dan martabat manusia. oleh karenanya Allah SWT melarangnya dengan tegas. "Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Q.S Al Isra; 32).
Sebagian sahabat Nabi saw. berpendapat bahwa zina selain dianggap keji juga menimbulkan enam akibat yang akan diderita para pelakunya, yakni tiga di dunia dan tiga di akhirat. Tiga akibatnya di dunia; 1. Rejekinya berkurang dan tidak berkah; 2. Terhalang untuk berbuat baik; 3. Dibenci oleh banyak orang meski hanya dalam hati mereka. Tiga akibatnya di alam akhirat; 1. Dimurkai Allah SWT; 2. Pemeriksaan perkaranya pada "Hari Kemudian" amat sangat; dan 3. Dimasukkan ke Neraka.
Hukuman bagi pelaku zina ditetapkan sesuai dengan jenisnya.
1. Zina Muhshan, adalah apabila pelakunya sudah baligh, berakal, merdeka dan pernah menikah. Hukuman yang dikenakan kepada mereka berupa rajam, yakni tubuhnya dipendam dalam tanah sebatas leher, lalu kepalanya dilempari dengan batu sampai meninggal.
Sabda Rasulullah saw. Ketika Rasulullah saw. berada di masjid, datanglah seorang pria menghadap beliau dan melaporkan. "Ya Rasulullah, aku telah berbuat zina." Mendengar pengakuan itu Rasulullah saw. berpaling dari padanya, sehingga pria itu mengulangi pengakuannya sampai empat kali. Kemudian Rasulullah bertanya, "Apakah engkau gila? Pria itu menjawab, "Tidak. "Rasulullah bertanya lagi, "Apakah kamu orang muhshan?" Pria itu menjawab, "Ya." Maka Rasulullah saw. memerintahkan kepada para sahabat, Bawalah ia pergi dan rajamlah." (H.R. Bukhari).
2. Zina Ghairu Muhshan, adalah apabila pelakunya masih gadis dan jejaka (dalam pengertian belum pernah menikah). Hukuman yang diberikan kepada mereka, adalah cambukan sebanyak seratus kali. Firman Allah SWT. "Wanita yang berzina dan pria yang berzina, deralah masing-masing seratus kali. Janganlah belas kasihan kepada keduanya (yang dapat) mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, serta hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan sekumpulan orang-orang yang beriman." (Q.S An-Nur; 2). Sabda Rasulullah saw. Zaid bin Khalid berkata, "Aku dengar Nabi saw. memerintahkan terhadap orang yang berzina dan ia tidak muhshan, supaya didera seratus kali dan diasingkan selam satu tahun."
Apabila pelaku zina berstatus budak, maka hukum yang harus dijalaninya seperduanya. Firman Allah SWT. "Dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separuh hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami." (Q.S. An Nisa; 25).
K. Meminum Khamer
Pengertian khamer adalah minuman memabukkan yang merusak dan menjadikan peminumnya kehilangan akal atau ingatan. Islam mengharamkan minuman yang demikian. Sebab dalam syariat Islam, kesehatan akal merupakan persyaratan bagi banyak hal. Selain itu, karena hilangnya akal atau ingatan mengakibatkan seseorang berbuat sekehendak nafsunya.
Firman Allah SWT. "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamer (minuman yang memabukkan), berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah semua itu agar kamu memperoleh keberuntungan." (H.R. Ibnu Majah).
Orang-orang yang berurusan dengan khamer, sekalipun tidak turut meminumnya, juga mendapat dosa. Sabda Rasulullah saw. "Allah mengutuk khamer dan orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembuatnya, pengedarnya, pembawanya, dan pengirimnya." (H.R. Abu Daud).
Hukuman bagi peminum khamer cukup berat. Sabda Rasulullah. "Apabila seseorang peminum khamer, maka deralah ia. Apabila ia mengulangi sampai empat kali, maka bunuhlah." (H.R. Abu Daud).
L. Pencurian
Mengambil harta benda kepunyaan orang lain dengan sengaja dan tanpa sepengetahuan pemiliknya dinamakan mencuri. Dalam ajaran Islam, mencuri termasuk dosa besar. Oleh karena itu hukum yang dijatuhkan kepada pelakunya cukup berat, yakni berupa potong tangan. Firman Allah SWT. "Pria yang mencuri dan wanita yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Periksa lagi Maha Bijaksana." (Q.S Al-Maidah; 38).
Ketentuan potong tangan itu, menurut beberapa hadis (perbuatan atau hukuman yang dilakukan Rasulullah saw. dan sahabat-sahabat beliau) berlaku, apabila;
- Pencurinya sudah baligh, berakal dan pencurian tersebut dilakukan atas kehendaknya sendiri. Berarti anak-anak, orang gila dan orang-orang yang mencuri karena dipaksa tidak terkena hukum potong tangan.
- Barang yang dicuri minimal senilai 9.36 gram emas dan pencuri sama sekali tidak punya kaitan hak dengan barang tersebut. Berarti, seorang yang mencuri harta bapaknya, suami yang mencuri harta istrinya atau sebaliknya, dan orang miskin yang mencuri dari Baitul Maal, tidak dikenakan hhukum ini.
M. Perampokan
Merampok di sini bisa dimaksudkan dengan tindak pemerasan, penganiayaan, merampas hak atau sekedar menakut-nakuti orang lain. Hukum Islam menetapkan hukuman yang cukup berat bagi pelaku perampokan. Firman Allah SWT. "Sesungguhnya balasan bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah dibunuh dan disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan timbal balik (tangan kanan dengan kaki kiri, selanjutnya sebaliknya) atau dibuang dari negeri (tempat bermukim). Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar." (Q.S. Al-Maidah; 33).
Hukuman bagi pelaku perampokan didasrkan atas tingkat kejahatan mereka. Apabila;
- Membunuh orang yang dirampok dan mengambil hartanya, maka dikenakan hukum wajib bunuh, kemudian disalib dan dijemur.
- Membunuh orang yang dirampok tanpa mengambil hartanya, maka hanya wajib dibunuh tanpa salib
- Hanya mengambil harta tanpa melakukan pembunuhan kepada pemiliknya, maka hukumnya potongan tangan dengan nisab (batas) harga yang diambil sesuai dengan pencurian.
- Hanya menakut-nakuti tanpa membunuh dan mengambil barang, maka hukumannya hanya dipenjarakan sekadar agar tidak mengulangi perbuatannya.
N. Memutuskan Silahturahmi
Islam mengajarkan kepada umatnya agar menyambung atau mempererat tali persaudaraan (silahturahmi). Tujuannya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kedamaian serta agar saling tolong menolong dalam kebajikan. Firman Allah SWT. "Berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali (agama), dan janganlah bercerai berai." (Q.S Ali Imran; 103). Dari ayat tersebut, jelaslah bahwa sesama umat Islam dilarang saling benci. Kalaupun itu terjadi, sampai saling tidak tegur sapa, maka tidak boleh lebih dari tiga hari tiga malam lamanya. Sabda Rasulullah saw. "Tidak halal bagi orang Islam membenci saudaranya (sesama Islam) melebihi tiga hari. Jika sudah berlalu selama tiga hari, hendaklah menjumpainya dan memberi ucapan salam." (H.R. Abu Daud)
Selama ini memang sering terjadi permusuhan sesama orang Islam, berlangsung lebih dari tiga hari. Apabila di antara keduanya tidak ada yang berusaha untuk memperbaiki persaudaraan mereka, maka keduanya termasuk orang yang memutuskan silahturahmi. Dan ancaman hukumannya cukup berat, yakni tidak berhak menjadi penghuni surga. Sabda Rasulullah saw. "Tidak masuk surga orang yang memutuskan silahturahmi." (Mutafaqun alaihi).
Menurut Imam Abul Laits, terdapat sepuluh kebaikan dalam hubungan silahturahmi.
1. Memperoleh keridlaan atau kerelaan Allah
2. Menumbuhkan kegembiraan bagi orang yang menghubungi silahturahmi dan orang yang dihubungi.
3. Menggembirakan malaikat, karena mereka senang dengan silahturahmi.
4. Mendapatkan pujian dari orang-orang yang beriman.
5. Menambah kegelisahan iblis.
6. Memperpanjang usia.
7. Rejekinya menjadi berkah
8. Menggembirakan mayat-mayat dalam kubur, karena mereka senang dengan dilahturahmi
9. Menambah rasa kasih sayang dalam pergaulan.
10. Menambah pahala amalnya setelah ia meninggal dunia.
O. Bugha (Menentang Imam)
Pengertian Bugha adalah kaum muslim yang menentang Imam (khalifah atau pemimpin) yang telah diangkat atau dinobatkan oleh orang-orang Islam sendiri. Menghadapi hal ini, Imam wajib memerangi, jika kaum penentang itu;
- Mempunyai kekuatan yang dikhawatirkan dapat menyerang pihak Imam.
- Benar-benar tidak mentaati kebijaksanaan Imam yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
- Meragukan dan bahkan menganggap kebijaksanaan Imam suatu kekeliruan, sehingga tidak mengakui Imam lagi sebagai penguasa.
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan, bahwa memerangi yang dimaksud sebatas sekedar untuk menyadarkan mereka agar kembali tunduk dan patuh kepada Imam yang sah. Berarti andai mereka tertangkap, tidak boleh dibunuh dan harta kekayaan merekapun tidak boleh disita. Dan apabila mereka sudah menginsafi atau menyadari kesalahannya, maka harus diperlukan sebagaimana warga lain.
P. Membela Diri
Ajaran Islam mengajarkan setiap orang untuk membela diri dari segala tindak kejahatan. Firman Allah SWT. "Dan janganlah kamu biarkan dirimu jatuh ke dalam kebinasaan." (Q.S. Al Baqarah; 195).
Dalam membela diripun harus dilakukan secara baik-baik. Misalnya, pertama dengan perkataan dulu, namun apabila hal ini tidak membawa hasil maka boleh dengan kekerasan. Bahkan apabila sudah terpaksa, dan terancam jiwanya, diperbolehkan membunuh. Firman Allah SWT. "Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosapun atas mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batasdi muka bumi tanpa hak, Mereka itu mendapat azab yang pedih." (Q.S Asy-Syura; 41-41).
Follow our blog on Twitter, become a fan on Facebook. Stay updated via RSS
0 komentar for "Dosa-Dosa Dan Ancaman Hukumnya"